Serang Iran, Jerman Sanjung Israel Telah Menjalankan Pekerjaan Kotor Demi Kepentingan Negara-negara Barat
Kanselir Jerman Friedrich Merz memuji serangan militer Israel terhadap Iran. Dia mengatakan pemerintah dan tentara Israel melakukan "pekerjaan kotor" untuk negara-negara Barat.
Merz: Israel Jalankan Tugas Sulit Demi Dunia Barat, Rezim Iran Telah Bawa Kehancuran
Dalam sejumlah wawancara di sela-sela KTT G7 yang digelar di Kanada—yang turut dihadiri oleh seluruh negara penjamin kesepakatan nuklir Iran 2015, kecuali Rusia dan Tiongkok—Friedrich Merz memberikan pernyataan kontroversial.
"Itu adalah tugas berat yang kini ditangani Israel atas nama kita semua. Kita pun telah menjadi korban dari rezim ini," ujarnya kepada saluran ZDF, merujuk pada pemerintah Iran. Ia menegaskan bahwa "rezim mullah" telah menebar kehancuran dan kematian ke berbagai belahan dunia.
Merz pun menyampaikan rasa hormatnya terhadap keberanian militer dan para pemimpin Israel atas serangan yang dilancarkan terhadap Iran. "Saya sangat menghargai keberanian yang ditunjukkan tentara Israel dan pemimpinnya dalam menjalankan operasi ini," ucapnya.
Dalam wawancara lain bersama media Die Welt, Merz memperkirakan bahwa serangan militer yang terjadi dalam beberapa hari terakhir telah melemahkan kekuatan rezim Iran secara signifikan. "Saya rasa rezim tersebut tak akan bisa kembali seperti sebelumnya, dan hal itu menjadikan masa depan Iran semakin tidak menentu," tambahnya.
Sebagai informasi, Jerman merupakan bagian dari kelompok P5+1 yang pernah menandatangani Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau Kesepakatan Nuklir Iran tahun 2015.
Dukung Aksi Israel, Merz: Berlin Siap Dorong Negosiasi Baru Demi Cegah Iran Miliki Nuklir
Walaupun mendukung langkah militer Israel, Friedrich Merz menegaskan bahwa Jerman tetap terbuka untuk mendorong proses diplomatik baru yang bertujuan memastikan Iran tidak pernah mengembangkan senjata nuklir.
Israel mengklaim bahwa serangan pada Jumat lalu dilakukan karena mereka meyakini Iran sudah berada di titik kritis dalam memperoleh senjata nuklir. Namun, Iran dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa seluruh aktivitas nuklirnya murni untuk tujuan damai.
Sebagai balasan atas serangan tersebut, Iran meluncurkan puluhan rudal balistik ke wilayah Israel. Sejak saat itu, kedua negara terus terlibat dalam serangan balasan yang berkelanjutan. Iran menyebutkan bahwa konflik ini telah menewaskan sedikitnya 224 orang di pihak mereka, sementara Israel melaporkan 24 korban jiwa.
Dalam pernyataan bersama pada Senin, para pemimpin negara-negara anggota G7 menuduh Iran sebagai "sumber utama ketidakstabilan dan terorisme di kawasan." Mereka juga menegaskan komitmen kolektif bahwa, “Iran tidak akan pernah diizinkan memiliki senjata nuklir.”
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang memutuskan untuk memperpendek kehadirannya di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7, pada Selasa menyampaikan tuntutan agar Iran menyerah secara total tanpa syarat. Sebelumnya, pemerintah AS telah meminta Teheran untuk sepenuhnya menghentikan aktivitas pengayaan uranium—tuntutan yang oleh pejabat Iran dianggap "tidak realistis dan jauh dari kenyataan."
Saat ini, Iran dilaporkan memperkaya uranium hingga tingkat kemurnian 60%, jauh melampaui ambang batas 3,67% yang pernah disepakati dalam perjanjian nuklir 2015. Perjanjian tersebut kini dianggap tidak berlaku setelah Trump secara sepihak menarik Amerika Serikat dari kesepakatan itu pada masa jabatan pertamanya sebagai presiden.
Sementara itu, Rusia mengecam keras serangan udara awal yang dilakukan Israel terhadap Iran dan menyerukan agar semua pihak menahan diri dan menurunkan ketegangan. Presiden Rusia Vladimir Putin telah berbicara langsung dengan Trump melalui sambungan telepon akhir pekan lalu. Menurut keterangan ajudan Kremlin, Yury Ushakov, kedua pemimpin membahas kemungkinan untuk menghidupkan kembali jalur diplomatik guna membahas kembali program nuklir Iran.
Komentar
Posting Komentar